Minggu, 09 Desember 2012

pencak khakot. Yakni seni pencak silat khas Kecamatan Kedondong dengan menggunakan pedang dan tangan kosong.

Mengenal Sanggar Khanggom Gawi di Desa Kedondong, Pesawaran

E-mail   Email Berita
Cetak  Print Berita
PDF  PDF Berita
AYO LESTARIKAN!: Penampilan dari Sanggar Khanggom Gawi, Desa Kedondong, Kecamatan Kedondong, Pesawaran, saat mengarak pengantin beberapa waktu lalu. FOTO WIRAHADIKUSUMAH
Pernah Mengarak Megawati hingga Aries Sandi
Tidak hanya kaya akan sumber daya alamnya, beragam macam seni budaya juga dimiliki Kabupaten Pesawaran. Di antaranya budaya arak-arakan yang ada di Desa Kedondong, Kecamatan Kedondong.
Laporan Wirahadikusumah, KEDONDONG
TERIK mengiringi perjalanan Radar Lampung ketika berkunjung ke Desa Kedondong, Kecamatan Kedondong, Pesawaran, Minggu (6/5) sekitar pukul 11.00 WIB.
Tujuan wartawan koran ini bertandang ke desa itu mendatangi kediaman Muntazir Rusli, S.Sos. Laki-laki 45 tahun ini merupakan ketua Sanggar Khanggom Gawi. Sanggar itu merupakan pelestari budaya arak-arakan di desa setempat yang ada sejak zaman dulu kala.
Setelah sekitar 45 menit memacu sepeda motor dari Kota Bandarlampung, akhirnya Radar Lampung tiba di kediaman Muntazir. Tampak rumah panggung berwarna cokelat dengan halaman cukup luas yang ditutup paving block seakan menyambut kedatangan wartawan koran ini.
’’Waalaikumsalam,’’ jawab seorang wanita dari dalam rumah yang diketahui bernama Salamah, istri dari Muntazir, ketika menjawab salam yang diucapkan Radar.
    Setelah membuka pintu, Salamah lantas menyuruh masuk. Sebelumnya, Salamah memang sudah mengenal Radar. ’’Mamaknya (paman, Red) lagi ke sawah, paling bentar lagi pulang. Tunggu saja,’’ ungkapnya.
Ketika duduk di ruang tamu, dari arah belakang rumah sayup-sayup terdengar alunan bunyi musik organ tunggal. ’’Itu Ilul (putra ketiga Muntazir, Red) lagi main organ tunggal. Kalau nggak, ke kamar Ilul saja sambil nunggu mamaknya,’’ saran Salamah.
Wartawan koran ini lantas mengikuti saran Salamah. Di dalam kamar dengan luas sekitar 4 x 5 meter itu tampak Ilul memainkan organ tunggal. ’’Eh, Abang. Ilul lagi latihan, Bang. Nanti malam mau main di Punduh (Kecamatan Punduhpedada, Red),’’ ujar siswa kelas 3 SMPN 1 Kedondong itu seraya mengulurkan tangannya mengajak berjabatan tangan.
Sebelumnya, Radar memang sudah mengetahui jika Ilul adalah salah satu pemain organ tunggal di kecamatan itu. Kendati usianya terbilang muda, kelincahan jarinya dalam memainkan keyboard tidak bisa diremehkan.
Informasi yang didapat Radar, Ilul banyak diminta warga kecamatan setempat jika ada yang menggelar hajatan untuk bermain organ tunggal. Bahkan berkat kepiawaiannya dalam mengoperasikan organ tunggal, remaja berusia 14 tahun itu tidak hanya sering diundang tampil di kecamatan lainnya di Pesawaran. Tapi, dia juga sering tampil di Bandarlampung dan kabupaten lainnya.
Saat mengobrol dengan Ilul, Radar sempat bertanya tentang Sanggar Khanggom Gawi. Sayangnya, dia mengaku tidak tahu terlalu banyak, meski dirinya adalah salah satu personel dari sanggar itu. ’’Kalau Ilul cuma ikut latihan pencaknya, Bang. Yang tahu semuanya itu bapak (Muntazir, Red),’’ katanya.
Sekitar 15 menit mengobrol dengan Ilul, Muntazir akhirnya pulang. Setelah menemui Radar di dalam kamar Ilul, ia lantas mengajak wartawan koran ini duduk di salah satu ruangan di samping rumah panggungnya.
Setelah mengetahui maksud kedatangan wartawan koran ini, meluncurlah cerita dari pria yang tercatat sebagai salah satu PNS di Pemkab Pesawaran itu. ’’Sanggar Khanggom Gawi itu berdirinya pada 2002. Sampai sekarang, jumlah anggotanya sekitar 80-an orang,’’ urai dia membuka cerita.
Menurutnya, tujuan mendirikan sanggar itu melestarikan budaya arak-arakan di Desa Kedondong secara turun menurun. ’’Pada 2000-an, sudah sulit menemukan orang yang bisa mengarak. Karena takut budaya ini punah, saya berinisiatif mendirikan sanggar,’’ paparnya.
Dia menjelaskan, Sanggar Khanggom Gawi memiliki tiga penasihat yang merupakan tokoh masyarakat dan adat di Kecamatan Kedondong. Yakni alm. Hafizi Hasan, Zahrudin Burhan gelar Dalom Bangsa Ratu, dan T.B. Agus Hasan gelar Tumenggung Paksi Marga. ’’Merekalah yang selama ini mengarahkan kami dalam melestarikan budaya arak-arakan ini,’’ tukasnya.
Ayah empat anak itu menerangkan, dalam arak-arakan terdapat pesan-pesan islami yang disampaikan lantaran lantunan lagu yang dibacakan saat mengarak adalah lagu-lagu Islam yang dalam bahasa adatnya disebut hadra.
’’Nah, selain membacakan hadra, ketika ngarak juga ditampilkan pencak khakot. Yakni seni pencak silat khas Kecamatan Kedondong dengan menggunakan pedang dan tangan kosong. Arak-arakan hanya dilakukan pada waktu upacara adat, menyambut tamu kehormatan, pernikahan, dan acara khitanan,’’ katanya.
Ia mengungkapkan, selama terbentuk, banyak tokoh asal Provinsi Lampung maupun nasional yang pernah diarak oleh sanggarnya. Tokoh itu di antaranya Brigjen Pol. Ike Edwin, M. Alzier Dianis Thabranie, Zulkifli Anwar, Wendy Melfa, dan Andy Achmad S.J.
’’Kami juga pernah mengarak Ibu Megawati Soekarnoputri pada pembukaan Festival Krakatau. Ketika itu, kami diminta tampil di Lampung Selatan. Nah, kalau Pak Bupati (Aries Sandi Darma Putra, Red), kami pernah mengarak beliau pada acara MTQ Tingkat Pesawaran 2011. Ketika itu, MTQ dilaksanakan di Kecamatan Kedondong,’’ bilangnya.
Muntazir juga mengungkapkan, Sanggar Khanggom Gawi juga pernah meraih juara pada lomba arak-arakan yang digelar DPD Lampung Sai Provinsi Lampung 2010.
Pada kesempatan kemarin, ia menuturkan, pihaknya tidak menentukan berapa besaran biaya bagi yang akan memakai jasa sanggarnya saat diundang untuk mengarak.
’’Sanggar ini tidak dikomersialkan, tujuannya memang hanya melestarikan budaya. Paling jika diundang, kami hanya minta ditanggung transportasi, makan, dan minumnya. Jika ada yang memberi lebih dari itu, uangnya kami masukkan ke kas sanggar,’’ beber Muntazir.
Dia mengaku, sanggarnya setiap sepekan sekali menggelar latihan yang dilakukan di halaman rumahnya. ’’Saat latihan itu biayanya kami tanggung sendiri dan dilakukan seadanya saja,’’ ungkap dia.
Muntazir menambahkan, pihaknya sangat mengharapkan bantuan dari Pemkab Pesawaran dalam mendukung penampilan sanggarnya saat mengarak. Karena selama sepuluh tahun berdiri, alat-alat sanggarnya berupa kerenceng, pedang, dan seragam tidak pernah ganti.
’’Karena itu, kami sangat berharap dukungan dari Pemkab Pesawaran. Dengan kondisi peralatan yang dimiliki sanggar sekarang, kami belum berpikir untuk lebih maju. Bertahan saja sudah syukur,’’ ungkapnya. (c2/adi)
 http://www.radarlampung.co.id/read/lampung-raya/tanggamus-pesawaran/49077-mengenal-sanggar-khanggom-gawi-di-desa-kedondong-pesawaran

1 komentar:

  1. KEY WORD:MAWONG LAMPUNG,mawong lampung,ULUN LAMPUNG,LAMPUNG MARTIAL ART,PINCAK LAMPUNG,PENCAKSILAT LAMPUNG,BELADIRI SUKU/ETHNIC/ETNIS/ORANG/PRIBUMI LAMPUNG,SILIK LAMPUNG,SILAT LAMPUNG

    BalasHapus