D. Sejarah Gamolan
Menilik Gamolan sebagai sebuah instrumen musik tidak
dapat dipisahkan dari perjalanan panjang Peradaban Sekala Brak sebagai salah
satu produk budaya dari Peradaban Sekala Brak Kuno. Gamolan sebagai sebuah
instrumen musik telah menyertai Peradaban Sekala Brak sampai saat ini dalam
aspek Seni dan Tradisi.
Gamolan Lampung telah diteliti oleh
Prof Margaret J Kartomi dan dicantumkan dalam bukunya “Musical Instruments
of Indonesia” yang diterbitkan oleh Indonesian Art Society Association
With The Department of Music Monash University, 1985. Prof Margaret J Kartomi
adalah seorang Profesor Musik dari Monash University Australia yang telah
menggeluti musik Gamolan
selama lebih dari 30 tahun, Ia datang ke Lampung Barat pada 1982.
Dalam bukunya
Prof Margaret menyebutkan bahwa Gamolan berasal dari Liwa daerah pegunungan
dibagian barat Lampung, “A Gamolan origin from Liwa in the montainous
nortwest area of Lampung”. Hipotesa yang menyatakan bahwa seperangkat
Orkestra Gamelan Jawa adalah berasal dan merupakan pengembangan dan
perkembangan dari Gamolan Lampung juga sangat kuat dan mempunyai alur yang
jelas. Setidaknya ada tiga hal yang menguatkan hipotesa ini, yang pertama
adalah bahwa “hal yang relatif sederhana adalah
merupakan Peradaban awal dan adalah permulaan dari pengembangan hal yang lebih
rumit dan kompleks”.
Yang kedua secara etimologi dalam konteks nama
relatif tidak berubah dari Gamolan [Lampung] menjadi Gamelan [Jawa], yang
ketiga Gamolan Lampung dibawa ke Pulau Jawa dan bermetamorfosa sedemikian rupa
menjadi seperangkat Orkestra Gamelan Jawa, Gamolan Lampung dibawa kepulau Jawa
saat Sriwijaya menguasai Nusantara termasuk Jawa. Gamolan Lampung terpahat
dalam relief di Candi Borobudur [Abad ke 8 M].
Candi Borobudur
sendiri dibangun oleh Dinasti Syailendra Sriwijaya, sekelompok orang yang
membuat Candi Borobudur juga adalah orang Lampung. Sriwijaya sebagai sebuah
Kerajaan Maritim terbesar diAsia Tenggara mempunyai perjalanan Sejarah yang
panjang dan pertautan yang sangat erat dengan Sekala Brak Kuno.
Kerajaan
Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jaya Naga seorang Raja Budhist dari
Ranau Sekala Brak, Pendiri Sriwijaya ini dijuluki Syailendravarmsa atau Raja
Pegunungan, hal ini didukung oleh pendapat para ahli dan Sejarawan sebagaimana
yang diungkapkan oleh Lawrence Palmer Briggs dalam “The Origin of Syailendra
Dinasty” Journal of American Oriental Society Vol 70, 1950, Lawrence
menyatakan bahwa “Sebelum Tahun 683 Masehi Ibu Negeri Sriwijaya terletak
didaerah pegunungan agak jauh dari Palembang, tempat itu dipayungi oleh dua
Gunung dan dilatari oleh sebuah Danau. Itulah sebabnya Syailendra dan
Keluarganya disebut Raja Pegunungan”, jelas bahwa dua Gunung yang dimaksud oleh
Lawrence adalah Gunung Pesagi dan Gunung Seminung, sementara Danau yang
dimaksud adalah Danau Ranau.
Setelah perpindahan dari Sekala Brak, Sriwijaya
setidaknya tiga kali berpindah Ibu Negeri yaitu Minanga Komering, Palembang dan
Darmasraya Jambi, namun demikian para Sejarawan juga ada yang berpendapat bahwa
Patthani diselatan Thailand adalah Ibu Negeri Terakhir Sriwijaya. Secara
etimologi Gamolan berasal dari kata Gamol yang artinya Gemuruh atau
Getar yang berasal dari suara bambu dan menjadi Gamolan yang artinya
Bergemuruhan atau Bergetaran, sementara Begamol artinya Berkumpul.
Gamolan pada awalnya merupakan instrumen
tunggal yang konon dimainkan dan yang menemani seorang Mekhanai Tuha
atau Bujang Lapuk, yang menetak Pekhing Mati Temeggi atau tunggul
bambu tua tegak yang sudah lama mati. Gamolan yang merupakan instrumen xilophone yang berasal dari Sekala Brak
ini, dideskripsikan oleh Prof Margaret J Kartomi dalam “Musical Instruments
of Indonesia”.
Gamolan terdiri
dari delapan lempengan bambu dan memiliki kisaran nada lebih dari satu oktaf,
lempengan bambu tersebut diikat secara bersambung dengan tali rotan yang
disusupkan melalui sebuah lubang yang ada disetiap lempengan dan disimpul
dibagian teratas lempeng. Penyangga yang tergantung bebas diatas wadah kayu
memberikan resonansi ketika lempeng bambunya dipukul oleh sepasang tongkat
kayu, Gamolan memiliki tangga nada 1 2 3 5 6 7, dua orang pemain duduk
dibelakang alat musik ini salah satu dari mereka memimpin [Begamol]
memainkan pola pola melodis pada enam lempeng, dan yang satunya [Gelitak]
mengikutinya pada dua lempeng sisanya, lempeng lempeng pada Gamolan distem
dengan cara menyerut punggung bambu agar berbentuk cekung, Gamolan dimainkan
bersama-sama dengan sepasang gong [Tala], drum yang kedua ujungnya
bisa dipukul [Gindang] dan sepasang simbal kuningan [Rujih].
Pergeseran istilah instrumen musik ini dari
Gamolan menjadi Cetik, konon karena tampilan suara yang dihasilkan oleh Gamolan
sehingga akhirnya Gamolan juga dijuluki sebagai Cetik. Namun karena Cetik juga
merupakan suatu nama tarian disalah satu Daerah Lampung sehingga pemerintah
mengambil jalan tengah bahwa nama Gamolanlah yang pas untuk musik bambu
ini,agar tidak menimbulkan perselisihan antar wilayah bagian di Lampung.
Pergeseran istilah ini terjadi pada sekitar tahun 2010an, demikianlah penyebutan
Gamolan akhirnya menjadi lumrah dan
menjadi sebutan yang umum bagi Gamolan bahkan dalam penulisan sekalipun seperti
dalam penulisan Buku Pelajaran Muatan Lokal untuk Provinsi Lampung, namun
demikian beberapa Peneliti dari Taman Budaya Provinsi Lampung menyebut
instrumen musik ini sebagai Kulintang. Demikianlah dinamika Gamolan dalam
istilah dan penyebutan, karenanya Penulis sepakat untuk kembali menyebut
Gamolan, bagi instrumen musik ini karena terkait dengan sejarah panjang serta
fungsi dan peranan Gamolan dalam tradisi Masyarakat Adat Sekala Brak sebagai
origin dari Gamolan Lampung. Belum jelas seperti apa tepatnya informasi yang
menyatakan bahwa Way Kanan juga merupakan origin dari Gamolan Pekhing ini,
namun sepertinya alasan politis dan kepentingan lebih berperan disini.
Walaupun sebagian besar Etnis Lampung dari
berbagai Buway dan Marga dari setiap Konfederasi Adat memiliki Tambo Sejarahnya
masing masing dan mengakui bahwa Puyang Ulun Lampung berasal dari dataran
tinggi Sekala Brak dikaki Gunung Pesagi. Namun demikian tidak ada “Origin
Bersama” dari sebuah Produk Kebudayaan, Keris misalnya walaupun telah menjadi
salah satu Produk Kebudayaan besar Nusantara dan telah menjadi Produk Budaya
dan Tradisi bukan saja Jawa tapi juga Bali, Sasak, Sunda, Bugis bahkan Melayu
namun tidak dapat dipungkiri bahwa Keris adalah produk dari Kebudayaan Jawa
yang merupakan daerah originnya. Demikianlah apapun dan bagaimanapun dinamika
dari sebuah Kebudayaan, namun Sejarah dan Istilah harus diluruskan karena
berkaitan dengan Tradisi, Falsafah dan perjalanan panjang Sejarah dan Peradaban
dari sebuah Suku Bangsa.
KEY WORD:MAWONG LAMPUNG,mawong lampung,ULUN LAMPUNG,LAMPUNG MARTIAL ART,PINCAK LAMPUNG,PENCAKSILAT LAMPUNG,BELADIRI SUKU/ETHNIC/ETNIS/ORANG/PRIBUMI LAMPUNG,SILIK LAMPUNG,SILAT LAMPUNG
BalasHapus